PACU JALUR BUDAYA DAERAHKU

Pacu Jalur, Tradisi Unik dari Kuantan Singingi

Sekilas Liputan Pacu Jalur Di Telukkuantan

SIANG itu udara di sekitar Batang (Sungai) Kuantan terasa panas ketika Raja Kinantan dari Desa Gunung Toar melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan lawannya, Kibasan Nago Liar, asal Desa Lubuk Terentang, Kecamatan Gunung Toar, Kuantan Singingi, Riau.

IRAMA kayuhan dayung sekitar 50 pemuda berseragam serba putih mengantarkan Raja Kinantan sebagai pemenang, setelah mencapai garis finis pada pancang penghalang keenam lebih dahulu dibandingkan rival satu kecamatannya itu dalam kemeriahan pesta Seabad Tradisi Pacu Jalur Kuantan Singingi.

Raja Kinantan dan sekitar 134 nama lainnya itu adalah nama-nama kebanggaan warga dari berbagai desa di Kabupaten Kuantan Singingi untuk menyebut perahu-perahu panjang buatan mereka sendiri yang dikenal dengan nama jalur. Kebanggaan warga desa terhadap jalur ciptaan mereka itu disimbolkan dalam nama-nama yang tertera di lambung perahu berbentuk pipih panjang itu, seperti Keramat Sati Panggogar Alam, Tuah di Kampuang Godang di Rantau, atau Ratu Dewa.

Secara fisik, jalur-jalur tersebut memang tercipta sebagai hasil karya manusia yang luar biasa karena dibuat dari sebatang pohon kayu tanpa sambungan sama sekali, dan umumnya terbentuk menjadi perahu pipih sepanjang 25-27 meter dengan lebar sekitar 1,5 meter. Ukiran yang memenuhi bagian lambung dan selembayung di buritan menampakkan keindahan yang tercipta melalui proses tradisi yang sudah berlangsung lama, yakni sejak abad ke-17.

Keindahan ukiran kayu itu merupakan bagian kecil dari perwujudan sebuah jalur yang ternyata memiliki nilai-nilai tradisi tinggi, terutama pada nilai kreativitas dan imajinasi warga desa yang menciptakannya.

"Tanpa kebersamaan dan kerja sama, tidak akan pernah ada sebuah jalur pun di sini. Sampai dengan saat perlombaan pacu jalur pun, kerja sama itu tetap diperlukan, karena bukan hal yang mudah untuk mengatur 40 hingga 60 pendayung dalam satu jalur itu," kata Kepala Dinas Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata Kuantan Singingi Darwin Yohanis.

DI awal abad ke-17, jalur merupakan alat transportasi utama warga desa di Rantau Kuantan, yakni daerah di sepanjang Sungai Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan Cerenti di hilir. Saat itu memang belum berkembang transportasi darat. Akibatnya jalur itu benar-benar digunakan sebagai alat angkut penting bagi warga desa, terutama digunakan sebagai alat angkut hasil bumi, seperti pisang dan tebu, serta berfungsi untuk mengangkut sekitar 40 orang.

Kemudian muncul jalur-jalur yang diberi ukiran indah, seperti ukiran kepala ular, buaya, atau harimau, baik di bagian lambung maupun selembayung-nya, ditambah lagi dengan perlengkapan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri). Perubahan tersebut sekaligus menandai perkembangan fungsi jalur menjadi tidak sekadar alat angkut, namun juga menunjukkan identitas sosial. Sebab, hanya penguasa wilayah, bangsawan, dan datuk-datuk saja yang mengendarai jalur berhias itu.

Baru pada 100 tahun kemudian, warga melihat sisi lain yang membuat keberadaan jalur itu menjadi semakin menarik, yakni dengan digelarnya acara lomba adu kecepatan antarjalur yang hingga saat ini dikenal dengan nama pacu jalur. Pada awalnya, pacu jalur diselenggarakan di kampung- kampung di sepanjang Sungai Kuantan untuk memperingati hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, Idul Fitri, atau Tahun Baru 1 Muharam.

Saat itu, karena berangkat dari kemeriahan antarkampung yang sangat sederhana, maka untuk para juara lomba tidak ada hadiah yang diperebutkan, yang ada adalah acara makan bersama warga sekampung dengan menu makanan tradisional setempat, seperti konji, godok, lopek, paniaran, lida kambiang, dan buah golek. Tetapi, di beberapa kampung ada juga yang menyediakan hadiah berupa marewa (bendera kain berwarna-warni berbentuk segi tiga dengan renda di bagian tepinya), yang diberikan untuk juara satu hingga empat dengan perbedaan pada ukuran kainnya.

Kesederhanaan hadiah itu tetap dipertahankan hingga penyelenggaraan pacu jalur saat ini, hanya saja bentuknya yang berbeda, yakni hadiah hewan ternak berupa sapi, kerbau, atau kambing. Untuk perayaan Seabad Pacu Jalur Kuantan Singingi 23-26 Agustus lalu, panitia menyediakan hadiah dua kerbau ditambah satu sapi dan sedikit uang sumbangan bagi juara pertama.

"Kami masih tetap mempertahankan sifat tradisional pacu jalur ini, sehingga hadiah untuk juara pertama hingga ke delapan kami berikan berupa hewan ternak. Hadiah utama diberikan kepada juara satu hingga empat, sementara sisanya adalah juara harapan. Sengaja dihitung hingga juara keempat, sebab sejak dulu memang seperti itu," kata Darwin Yohanis.

KEGIATAN pacu jalur merupakan kegiatan yang sangat disukai masyarakat Kuantan Singingi dan warga daerah lainnya di Provinsi Riau. Bupati Kuantan Singingi Asrul Jaafar menyebutnya sebagai sebuah pesta rakyat, yang pada pelaksanaannya memang digelar oleh warga di setiap kampung dan dinikmati juga oleh rakyat dari seluruh kampung yang ada di kabupaten itu.

"Tidak perlu promosi yang berlebihan untuk kegiatan ini, sebab dalam setiap penyelenggaraannya, pacu jalur selalu ramai dihadiri warga, dan itu cukup untuk membuktikan bahwa acara ini merupakan sebuah pesta rakyat," kata Asrul.

Sifat pacu jalur yang benar-benar merakyat itu diakui oleh Belanda ketika mereka mulai memasuki kawasan Rantau Kuantan, tepatnya di kawasan yang sekarang menjadi Kota Teluk Kuantan, sekitar tahun 1905.

Mereka memanfaatkan acara pacu jalur itu untuk merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Ratu Wilhelmina yang jatuh pada setiap 31 Agustus, dan akibatnya tidak lagi dirayakan pada hari-hari raya umat Islam. Penduduk Teluk Kuantan malah menganggap setiap perayaan HUT Ratu Wilhelmina itu sebagai datangnya tahun baru. Karena itu, hingga saat ini masih ada yang menyebut kegiatan pacu jalur tersebut sebagai tambaru.

Meskipun sempat terhenti selama masa penjajahan Jepang, keramaian pesta rakyat pacu jalur itu masih dapat dinikmati hingga saat ini. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi menetapkan tradisi tersebut sebagai tradisi yang sudah berusia genap satu abad pada Agustus 2003.

"Meskipun sejak abad ke-17 sudah dikenal adanya jalur sebagai alat transportasi vital di Rantau Kuantan ini, namun kegiatan pacu jalurnya sendiri baru diakomodir dan mulai menyediakan hadiah bagi para pemenangnya baru pada tahun 1903. Karena itu, kami menetapkan bahwa tradisi itu sudah mencapai usia satu abad tepat pada Agustus tahun ini," kata Darwin Yohanis.

Tidak kurang Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata I Gede Ardika sudah dua kali membuka acara pacu jalur tersebut dalam dua tahun terakhir ini. Dia juga tidak menolak keinginan Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi untuk mengagendakan kegiatan pacu jalur dalam Kalender Wisata Nasional, bahkan dijual untuk pariwisata internasional.

kuansing kota jalur


Jalur adalah sampan berukuran panjang (Long Boat Race) 25-40 M, proses pembuatan Jalur ini dimulai dari musyawarah dan mufakat masyarkat untuk mencari kayu ke hutan. Penebangan kayu harus yang memenuhi persyaratan, baik besar kayu, panjang kayu, umur kayu, dan bahkan dinilai dari marwah kayu itu sendiri yang berada disekitar hutan. Setelah penebangan kayu dilaksanakan, kayu dibentuk setengah jadi dan selanjutnya diangkut kedesa dan dilanjutkan setelah sesampainya di desa dan siap untuk dilayur (diasapi).

Dalam proses pengasapan jalur tadi, masyarakat yang punya hajatan disuguhkan makanan khas Kuantan Singingi dan diselingi dengan kegiatan kesenian tradisonal. Pacu jalur merupakan pesta Budaya Rakyat yang dilaksanakan tanggal 21-24 Agustus setip tahunnya. Pesta budaya rakyat ini telah menjadi Event Nasional dan diikuti oleh Kabupaten-Kota se-Propinsi Riau, Propinsi tetangga, bahkan diikuti oleh negara jiran Malaysia, Brunei dan Singafore. Antusias pengunjung sangat tinggi untuk menyaksikan Pacu Jalur, apalagi kalau ada yang diunggulkan. Disamping nilai budaya yang sangat unik, baik entuk Jalur, cara memacukan mempunyai makna dan harus didukung stamina yang prima

13 juli,, semarak pacu jalur mulai dirasakan oleh masyarakat kuansing,,,""
pacu jalur yang merupakan tradisi turun temurun tersebut diadakan di dua lokasi yaitu di kecamatan baserah dan puncaknya diadakan di tepian narosa Taluk Kuantan.
pacu jalur ini disambut dengan meriah,,,
NECH PACU JALUR KEMAREN


Pacu Jalur adalah sejenis lomba dayung tradisional khas daerah Kuantan Singingi (Kuansing) yang hingga sekarang masih ada dan berkembang di Propinsi Riau. Lomba dayung ini menggunakan perahu yang terbuat dari kayu gelondongan yang oleh masyarakat sekitar juga sering disebut jalur. Upacara adat khas daerah Kuansing ini diselenggarakan setiap satu tahun sekali untuk merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 23—26 Agustus. Panjang perahu/jalur yang digunakan dalam lomba ini berkisar antara 25—40 meter dengan jumlah atlet 40—60 orang tiap perahu. Biasanya, festival ini diikuti oleh ratusan perahu dan melibatkan beribu-ribu atlet dayung, serta dikunjungi oleh ratusan ribu penonton baik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Konon, kegiatan lomba dayung ini merupakan warisan budaya masyarakat Kuantan Singingi yang telah berlangsung sejak tahun 1900-an. Perahu atau jalur, dahulu, sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil bumi atau pun hasil hutan. Kebiasaan menggunakan perahu inilah yang mungkin merupakan cikal bakal kegiatan Pacu Jalur. Pada zaman penjajahan Belanda, Pacu Jalur juga dimanfaatkan oleh pemerintah Belanda untuk memeringati serta memeriahkan hari ulang tahun ratu mereka yang bernama Ratu Wilhelmina. Namun, semenjak Indonesia merdeka, Pacu Jalur berangsur-angsur dijadikan upacara khas untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada awalnya, kegiatan Pacu Jalur hanya diikuti oleh segelintir masyarakat di sekitar daerah Kuantan Singingi. Namun, dalam perkembangannya, kegiatan ini banyak mendapat perhatian dan simpati dari berbagai kawasan, terutama daerah-daerah kawasan Riau dan sekitarnya serta mancanegara. Oleh karena itu, saat ini festival Pacu Jalur tidak hanya milik masyarakat Kuantan Singingi saja, melainkan telah menjadi pesta rakyat milik masyarakat Riau dan kawasan sekitarnya. Festival yang bernuasa tradisional ini telah ditetapkan masuk ke dalam Kalender Pariwisata Nasional (Major Event).



Puti Mandi Mayang Terurai Juara

Pacu Jalur
adalah sejenis lomba perahu yang dilaksanakan pada bulan Agustus setiap tahun di Kota Teluk Kuantan bersempena dengan peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan tradisi turun temurun masyarakat Rantau Kuantan semenjak ratusan tahun silam.
Event Pacu Jalur ini biasanya dilaksanakan pada tanggal 24-27 Agustus itu pada tahun 2009 ini dilaksanakan pada tanggal 6 – 9 Agustus 2009 untuk mengantisipasi bulan puasa. Acara yang berlangsung sangat meriah selama empat hari ini di buka secara resmi oleh Gubernur Riau Bapak Rusli Zainal,SE,MP (Sang Visioner) pada tanggal 6 Agustus 2009. Turut hadir pada acara pembukaan antara lain Bupati Kuantan Singingi H Sukarmis, Ketua DPRD Kuantan Singingi Marwan, S.Sos, Datuk Bisai (Edyanus Herman Halim, SE) dan undangan lainnya.

Pada acara pacu jalur hari terakhir jalur-jalur yang masih bertahan bersaing sangat ketat. Diantara jalur yang masih tersisa pada hari ke empat adalah Upiah Sarok Rimbo Dusun dari Pasar Baserah juara satu pacu jalur di Kecamatan Kuantan Hilir tahun 2009, jalur Puti Mandi Mayang Terurai dari Desa Rantau Sialang juara satu pacu jalur di Kecamatan Benai, sedangkan jalur Soriak Sarumpun juara satu pacu jalur di Kecamatan Kuantan Mudik gagal melaju ke final. Selain itu ada jalur Toduang Biso Rimbo Piako dari desa Paboun Hilir, Panglimo Olang Putiah dari desa Sei Alah, Kala Jengking Tigo Jumbalang dari desa Sei Manau, Delima Indah Permata Intan dari desa Saik, Ngiang Kuantan Cahayo Nagori dari Kampung Baru Toar, Gelombang Putih Danau Keramat dari desa Bukit Pedusunan dan Batu Lompatan Harimau Kompe dari desa Kinali.

Pada putaran final terjadi persaingan segitiga antara jalur Toduang Biso Rimbo Piako, Upiah Sarok Rimbo Dusun dan Puti Mandi Mayang Terurai. Pada pencabutan undian final pacu jalur 2009 Toduang Biso Rimbo Piako berhadapan dengan jalur Upiah Sarok Rimbo Dusun, sedangkan jalur Puti Mandi Mayang Terurai menang menunggu. Pada hilir pertama putaran final antara jalur Toduang Biso Rimbo Piako jalan sebelah kiri berhadapan dengan jalur Upiah Sarok Rimbo Dusun pada jalan sebelah kanan dimenangkan oleh jalur Toduang Biso Rimbo Piako. Hilir kedua final antara jalur Toduang Biso Rimbo Piako berhadapan dengan jalur Puti Mandi Mayang Terurai yang menang adalah jalur Puti Mandi Mayang Terurai. Berdasarkan peraturan pacu jalur, jalur Puti Mandi Mayang Terurai berhak menyandang juara pertama pacu jalur tahun 2009 dan mendapat hadiah berupa hewan ternak, piagam dan tonggol juara.

Hasil selengkapnya Events Pacu Jalur Tradisional 2009 di Tepian Nerosa Teluk Kuantan adalah, juara pertama jalur Puti Mandi Mayang Terurai dari desa Rantau Sialang Kec. Kuantan Mudik, jura kedua jalur Toduang Biso Rimbo Piako dari desa Peboun Hilir Kec. Kuantan Mudik, juara ketiga jalu Upiah Sarok Rimbo Dusun dari Pasar Baserah Kec. Kuantan Hilir. Selanjutnya posisi keempat sampai kesepuluh berturut-turut Kalajengking Tigo Jumbalang, Panglimo Olang Putiah, Batu Lompatan Harimau Kompe, Ngiang Kuantan Cahayo Nagori, Delima Indah Permata Kuantan, Gelombang Putiah Danau Keramat, Siluman Buayo Danau 2009.(yuf)

0 komentar:



Posting Komentar